Masih teringat jelas kemarin sharing teman-teman UPN tentang masalah mengampuni. Dan hari ini diingatkan "kasihilah yang menyiksamu". Pas baca sih, angguk-angguk aja. "Yes, God. You're right. Itulah ajaranMu yang paling berbeda dengan dunia ini" pikirku dalam hati. Setelah selesai bicara denganNya, segera bergegas siap-siap pergi ke Depok memenuhi janji dan komitmen. Aku akui ada banyak kegiatan yang ditunda demi yang satu ini. Dan aku juga gamau telat sesuai dengan janjiku kemarin.
Setibanya di tempat yang dijanjikan, orang yang memintaku untuk tidak telat tidak kutemukan. Aku lihat hp, sisa 4 menit lagi. "Baik, kutunggu", bisikku dalam hati. Pukul 08.00, belum ada kabar, aku pun mulai gelisah. "Wah, dia kok gitu sih. Kemarin nuduh aku datang telat, sekarang malah dia yang telat" komentarku. Dan akhirnya beberapa menit setelah aku coba telepon, katanya dia ketiduran. Dalam hati, "Baiklah, aku coba kerjai tugas ajalah, biar ga gabut kali". Pukul 8:28 aku tanya lagi, dia sudah dimana lewat chat. Saat ini sih, mencoba positif thingkinglah, mungkin dia belum mandi tadi dan kosannya juga jauh, yaudah deh gpp.
Jam 09:09 mulai gelisah, kini pertanyaan bukan dimana lagi, tapi "Jadi ga?". Dan aku mulai kesal, telepon tidak diangkat, tapi berusaha positif thingking lagi, "kan mungkin dia udah buru-buru di jalan, jadi gasempat lagi liat hp." Aku semakin gelisah, duduk sendirian di tempat yang masih baru bagiku, 09:27 aku sudah sangat tidak tenang, chat tidak dibalas dan akhirnya kutelpon lagi, dan diangkat, dan kecewanya aku dia ketiduran lagi dan baru bangun saat kutelepon. Kebetulan teleponnya kuloudspeakerkan, dan orang disekitarku mendengar percakapan kami lewat telepon.
Tak kuasa berbicara lagi, aku mematikan telepon dan bergegas pergi dari tempat itu. Saat aku pergi, aku bisa lihat wajah mereka yang mengasihaniku. Astaga, saat itu juga aku berusaha menahan tangis.
Aku mulai mengingat lagi momen dia mengingkari ajakan dia sendiri. Dan peristiwa kali ini juga adalah keputusan yang dibuat atas inisiatifnya sendiri. Terbayang juga ketika kakaku bertanya mau kemana? Aku tau kakakku sedang mempertanyakannya di hari libur kuliah, pagi-pagi begini kok udah rapi aja. Karna aku menganggap ini penting, jadi urusan di rumah nanti saja. Akhirnya chat terakhirnya pun tak kubalas, aku marah, kesal dan kecewa.
Kecewanya karna dia adalah orang yang harusnya menjadi teladan, orang yang sebelumnya sangat kupercaya yang akhir-akhir ini tidak bisa memegang tiap perkataannya, dan hari ini kepercayan yang sudah mulai retak beberapa hari yang lalu benar-benar hancur. Tak sanggup bertemu dengannya, akhirnya aku minta pergantian hari saja. Dan dia minta maaf. Tapi, sejujurnya aku belum bisa memaafkannya. "Minta maaf? Maksudmu apa? Sebenarnya penting ga sih ini untukmu?" hatiku bergejolak memberontak.
Kuingat lagi ketika dikelompok sharing kemarin kami membicarakan Dia yang disalib saja mampu berkata "Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tau apa yang mereka perbuat." Aku tersadar, tidak mudah. Saat berupaya memaafkan, aku berpikir lagi, tidak, ini sih kelewatan namanya. Sambil menangis karna tak bisa menentukan pilihan, aku mengingat lagi bahwa manusia memang mengecewakan, siapapun itu. Bersyukur sih punya Sosok yang meskipun dikecewakan tetap setia setiap waktu. Dan diakhir pemikiran itu, aku kepikiran lagi bahwa pengorbanan yang kulakukan hari ini tidaklah seberapa dibanding yang sudah dikorbankanNya bagiku. Dan tentunya Dia lebih kecewa jika aku menyia-nyiakan pengorbananNya dengan menyimpan sakit hati seperti ini.
Baiklah, mampukan aku...
-Saat ku dikecewakan, ingatkan aku akan kasih setiaMu-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar